Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
Pasal 2
Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan
Kode Etik Apoteker Indonesia.
Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker
Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di
Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.
Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian,
serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
KEWAJIBAN APOTEKER/FARMASIS TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAINNYA
Pasal 13
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati Sejawat Petugas Kesehatan.
Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengak ibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan
masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
PENUTUP
Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun idtak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber : Kode_Etik_Apoteker_Indonesia
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/ mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga- tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan pasien/
masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin „mutu‟, ‟keamanan‟, dan ‟khasiat/
manfaat‟ kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-medikasi
(self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per-Undang- Undang an yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis;
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker; dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang dimaksud dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau selamanya;
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker yang dimaksud dapat berupa:
a. Pendidikan formal; atau
b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1 (satu) tahun.
Sumber : Pedoman_Disiplin_Apoteker_Indonesia